PALU – Celebesta.com, Kepala Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BBTNLL), Ir Jusman mengajak masyarakat adat membangun keharmonisan antara kepentingan masyarakat adat dan kualitas lingkungan yang terjaga.
Hal ini ia sampaikan saat pertemuan dengan perwakilan masyarakat adat dan Lembaga-lembaga pendamping, di Kantor BBTNLL, Palu, Rabu (20/11/2019).
Jusman mengatakan bahwa pihaknya membuka diri untuk mendapatkan masukan-masukan dan ingin bekerja sama dengan lembaga adat.
Walaupun demikian, sambung Jusman, terkait dengan kerjasama antara masyarakat adat yang hutan adatnya mendapatkan pengakuan belum ada regulasinya. Kita bisa bayangkan jika sesuatu berjalan tanpa aturan.
“Nanti itu langkah selanjutnya, sangat tergantung masyarakat adat sebagai subjek, tentu yang kita lakukan adalah memfasilitasi. Iya kalau ada regulasi yang memandatkan untuk kerjasama Pengelolaan Hutan Adat kami selaku bagian dari birokrasi tentu dengan senang hati untuk melakukan”, Jelas Kepala BBTNLL.
“Kita juga mempunyai kewajiban untuk membangun sinergi dengan desa-desa di sekitar Balai Taman Nasional”, sambungnya.
Kemudian pertemuan ini juga menghasilkan 6 (enam) Point sebagai berikut, Pertama, telah dilakukan analisis spasial terkait kesesuaian pola ruang adat (Ngata Toro, To Lindu dan Marena) dengan Zonasi Taman Nasional Lore Lindu dan terdapat kesesuaian mencapai 94,3%.
Kedua, Masyarakat Adat di sekitar TNLL memiliki dan masih mempraktikkan kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam secara lestari.
Ketiga, masih terdapat tumpang tindih atau overlap antara usulan TORA dengan usulan Hutan Adat yang harus disingkronkan ditingkat masyarakat.
Keempat, akan dilaksanakan pertemuan 3 Komunitas (Toro, Lindu dan Moa) bersama KSDAE,BBTNL, Pemerintah Daerah dan Provinsi serta stakeholder terkait untuk merumuskan rencana aksi bersama untuk pengelolaan hutan adat.
Kelima, lembaga adat pengusul meminta Dirjen KSDAE membantu percepatan proses penetapan hutan adat yang berada di kawasan TNLL
Keenam, untuk penataan zonasi di masa mendatang, perlu dilakukan dengan para pihak untuk sinkronisasi zonasi TNLL dengan ruang kelola adat yang sudah memiliki pola ruang.
Sementara itu, Aktivis Agraria yang juga Sekretaris Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Kabupaten Sigi, Eva Bande mengatakan bahwa tujuan mendorong hutan adat ini untuk memberitahukan kepada negara bahwa masyarakat adat itu mempunyai kearifan lokal.
“Kemudian juga tetap memperhatikan prinsip ekologis dan adanya kemandirian penguasaan tanah untuk mengurai kemiskinan. Rakyat Sejahtera, Hutan Lestari”, ungkapnya. (AS)
Komentar