Oleh: Richard F. Labiro
Pemerintah Republik Indonesia mengumumkan agenda ambisius untuk membangun Ibu Kota Negara baru Nusantara di Kalimantan Timur dengan konsep Green City. Namun, dampak lingkungan dari penggunaan bahan baku dari tambang Galian C di Kota Palu memunculkan pertanyaan serius tentang kesesuaian konsep ini.
Pemerintah telah mengumumkan rencana pembangunan Ibu Kota Negara baru Nusantara di Kalimantan Timur dengan fokus pada konsep Green City, yang menggabungkan pembangunan berkelanjutan dengan pertumbuhan ekonomi. Namun, penggunaan bahan baku dari tambang Galian C di Kota Palu telah menimbulkan dampak serius terhadap lingkungan pesisir Kota Palu dan Donggala.
Proses tambang Galian C telah menyebabkan kerusakan ekosistem yang signifikan, menimbulkan kekhawatiran tentang kesesuaian konsep Green City dengan perlindungan lingkungan. Ini menggarisbawahi pentingnya mempertimbangkan dampak lingkungan dari seluruh rantai pasokan dalam upaya mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Bagi saya, Ibu Kota Negara yang baru bernama Nusantara bukanlah Green City melainkan Green City Capitalism.
Green City Capitalism adalah manifestasi dari kapitalisme yang mencoba mengkorporatisasi solusi-solusi lingkungan demi keuntungan finansial. Dalam sebuah kota hijau yang dikembangkan secara kapitalis, kita melihat upaya perusahaan-perusahaan untuk memanfaatkan isu-isu lingkungan sebagai peluang bisnis, tanpa mengatasi akar masalah eksploitasi sumber daya alam dan ketidaksetaraan sosial yang mendasari kapitalisme.
Dengan kata lain, walaupun mencoba untuk menampilkan dirinya sebagai solusi terhadap masalah lingkungan, Green City Capitalism masih tetap terperangkap dalam logika eksploitatif kapitalisme yang terus memperkuat ketimpangan sosial dan ekologis.
Seperti IKN Nusantara, kota dengan konsep Green City yang dibangun dengan menumbalkan lingkungan hidup seperti tambang galian C di Kota Palu dan deforestasi di Kalimantan Timur.
Dalam bukunya “Capitalism in the Web of Life: Ecology and the Accumulation of Capital”, Jason Moore menguraikan teori ekologi politik yang menghubungkan kapitalisme dengan ekologi. Moore menyatakan bahwa ekspansi kapitalisme tidak terlepas dari eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan, yang pada gilirannya membentuk apa yang ia sebut sebagai “web of life” atau jaringan kehidupan.
konsep-konsep seperti penghijauan kota atau teknologi ramah lingkungan tidak selalu bertujuan untuk mengatasi masalah lingkungan, tetapi sering kali digunakan untuk memperluas basis ekonomi kapitalis.
Dengan memperkenalkan produk-produk “ramah lingkungan” yang sebenarnya tidak mengurangi dampak lingkungan secara signifikan, atau memanfaatkan kebijakan-kebijakan lingkungan untuk mendapatkan keuntungan finansial tanpa memperhatikan efek jangka panjang.
Maka, Pemerintah sebenarnya melakukan apa yang disebut Greenwashing dan Pencitraan. Kritik ini menyatakan, Green City Capitalism modus pada proyek yang diiklankan sebagai “hijau” hanya upaya pencitraan atau greenwashing, di mana praktik lingkungan yang sebenarnya tidak memenuhi standar yang diiklankan.
Pemerintah diingatkan untuk tidak hanya terfokus pada aspek ekonomi dari konsep Green City Capitalism, tetapi juga harus memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh seluruh rantai pasokan, termasuk penggunaan bahan baku dari tambang.
Penulis adalah Akademisi Universitas Tadulako dan Anggota Koalisi Petisi Palu Donggala
Komentar