oleh

Kelapa Sawit Bukan Tanaman Kehutanan, Dukungan IKA Fahutan Unmul Samarinda

Celebesta.com – JAKARTA, Hanya dalam hitungan menit setelah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, yang Harus Diperbaiki dalam Jangka Waktu Dua Tahun (MK RI, 25 November 2021) kita dikagetkan dengan diselenggarakan seminar nasional bertema “Permasalahan, Prospek, dan Implikasi Sawit Sebagai Tanaman Hutan” yang digelar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University bersama Pusat Kajian Advokasi dan Konservasi Alam (PUSAKA KALAM) yang didukung oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) secara daring dan luring.

Selanjutnya bola bergulir cepat dengan beredarnya Naskah Akademis IPB yang menyatakan, Sawit sebagai Tanaman Kehutanan dengan 7 argumentasinya, yang belakangan ditegaskan kembali sebagai draft untuk menjaring masukan, yang terus disuarakan oleh APKASINDO sebagaimana dilansir Bisnis.com pada 27 Januari 2022.

Menanggapi hal itu, Ikatan Keluargaan Alumni (IKA) Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (IKA Fahutan Unmul) yang melaksanakan Musyawarah Nasional (MUNAS) VIII di Samarinda tanggal 6-8 Januari 2022, di Kampus Fahutan Unmul Gunung Kelua Samarinda secara daring dan luring, juga membahas permasalahan penting di sektor Pembangunan Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta secara khusus menerbitkan salah satu rekomendasi tentang hal tersebut dan secara tegas menyatakan “Menolak Kelapa Sawit dijadikan tanaman Kehutanan”, dan menugaskan kepengurusan baru IKA Fahutan Unmul untuk segera mensosialisasikannya kepada para alumni, instansi pemerintah yang terkait, dan masyarakat luas.

Sebagai penegasan komitmen IKA Fahutan Unmul, secara terpisah kami menghubungi alumni Fahutan Unmul yang berkiprah dalam berbagai bidang untuk menyegarkan kembali ingatan kita atas alasan-alasan mengapa Kelapa Sawit bukan merupakan Tanaman Hutan dan ditolak menjadi Tanaman Hutan.

Fazrin Rahmadani, S.Hut., MP sebagai salah satu anggota Steering Committee yang memfasilitasi penyusunan butir-butir pokok pikiran rekomendasi MUNAS VIII IKA Fahutan Unmul yang juga merupakan Wakil Ketua IKA Fahutan Unmul Cabang Jabar, DKI Jakarta dan Banten mengatakan bahwa usulan ini terlihat sederhana, tapi sangat penting karena memiliki multiplier effect yang akan mengganggu bahkan merusak tata kelola yang selama ini telah ada, baik nasional maupun internasional.

Kata Wakil Ketua IKA Fahutan Unmul Cabang Jabar, DKI Jakarta dan Banten, bukan hanya masalah lingkungan hidup dan komitmen Pemerintah RI terhadap isu pemanasan global, tetapi juga aspek teknis, kelembagaan, program, kebijakan dan peraturan. Akan banyak energi dan sumber daya materil serta non materil yang terbuang.

“Mestinya kita lebih fokus pada penyelesaian masalah, yang juga telah disusun dan ditawarkan oleh pemerintah. Bukan menawarkan masalah baru,” tegas Wakil Ketua IKA Fahutan Unmul Cabang Jabar, DKI Jakarta dan Banten itu dalam keterangan tertulis, Selasa (8/2/2022).

Baca Juga: IKA Fahutan Unmul Memberi Kembali (Give Back) Kepada Almamater

Sementara itu, Longgena Ginting, rimbawan yang juga aktivis lingkungan mengatakan kelapa sawit umumnya ditanam secara monokultur dan sering ditanam dalam ukuran yang luas. Kelapa sawit skala besar umumnya dilakukan dengan membuka hutan dan merubah sebuah ekosistem atau hutan alam menjadi tanaman sawit monokultur. Seperti tanaman monokultur lainnya, kebun-kebun sawit bukanlah sebuah ekosistem hutan. Kebun monokultur malah bertanggung-jawab atas kerusakan hutan.

“Kebun monokultur adalah hutan mati. Memasukkan sawit sebagai tanaman hutan adalah sebuah usulan paling absurd yang pernah saya dengar,” ujar Alumni Fahutan Unmul itu.

Lebih lanjut, Dr. Yaya Rayadin, staf pengajar di Fahutan Unmul menyebut lima langkah penting yang harus diletakkan. Pertama, fokusnya pada permasalahan keterlanjuran tanaman Sawit yang sudah ada di Kawasan Hutan. Kedua, masalah utama bukan menjadikan tanaman Sawit sebagai Tanaman Kehutanan, seperti tanaman karet ditahun 1990an yang pada akhirnya juga menjadi tanaman Kehutanan.

Ketiga, kata Yaya Rayadin pilihan terbaik adalah memberi solusi keberlanjutan di point 1 tersebut. Keempat, menurutnya ini adalah masalah politik dan pengelolaan kawasan, bukan masalah Taksonomi, Keanekaragaman Hayati, Morfologi tanaman dan lain-lain.

Kelima, staf pengajar Fahutan Unmul Samarinda, Kalimantan Timur itu menyarankan biarkan sampai diselesaikan 1 daur tanaman (25 sd 30) tahun saja, tidak ada proses replanting, yang ada proses Enrichment dengan tanaman Kehutanan.

Demikian pula Dr. Ir. Tien Wahyuni, MSc, rimbawan yang juga peneliti menegaskan bahwa keterlanjuran sawit dalam kawasan hutan, dilakukan dengan Strategi Jangka Benah yang saat ini dilakukan.

“Jangka Benah merupakan strategi transformasi untuk mengembalikan struktur dan fungsi hutan dari kondisi awal berupa hutan yang terganggu oleh kebun kelapa sawit monokultur yang kemudian melalui lintasan tertentu dengan kondisi akhir yang semakin mendekati struktur dan fungsi ekosistem hutan alam,” jelas Tien Wahyuni.

Polemik ini akhirnya diakhiri dengan pernyataan resmi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Siaran Pers SP. 032/HUMAS/PPIP/HMS.3/02/2022 tanggal 7 Feb 2021, yang disampaikan oleh Dirjen PHL, Dr. Agus Justianto. KLHK menegaskan bahwa sawit bukan tanaman hutan. Hal ini berdasarkan pada berbagai peraturan pemerintah, analisis historis dan kajian akademik berlapis.

”Dari berbagai peraturan, nilai historis, kajian akademik, wacana umum dan praktik, sawit jelas bukan termasuk tanaman hutan dan pemerintah belum ada rencana untuk merevisi berbagai peraturan tersebut,” tegas Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (Dirjen PHL) KLHK, Agus Justianto di Jakarta, Senin (7/2/2022).

Keputusan ini menunjukkan keberpihakan KLHK terhadap lingkungan dan ketegasan pemerintah dalam menangani keterlanjuran, yang dalam hal ini sejalan dengan hasil MUNAS VIII IKA Fahutan Unmul.

“Kami mendukung pernyataan KLHK ini dan sepenuhnya berharap proses Jangka Benah dapat dilakukan dengan baik dan berpihak kepada Lingkungan serta masyarakat di dalam dan sekitar hutan,” ungkap Tim Komunikasi IKA Fahutan Unmul Cabang Jabar-DKI-Banten. (*/mk)

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan