oleh

PD AMAN Sekadau Kembali Petakan 3 Wilayah Adat Anggotanya

SEKADAU – Celebesta.com, Pasca pemetaan wilayah adat Dayak Maap di Desa Sebabas, Desa Temosu, Desa Nanga Suri dan Desa Karang Botong, Kecamatan Nanga Mahap. Dayak Kancikgh di Desa Engkulun Hulu, Desa Nanga Mongko dan Desa Semerawai, Kecamatan Nanga Taman serta wilayah adat Dayak Jawatn di Desa Boti, Desa Sungai Sambang dan Desa Mondi, Kecamatan Sekadau Hulu.

Kini PD AMAN Sekadau, Kalimantan Barat kembali memetakan tiga wilayah adat Dayak Taman Cupang di Desa Cupang Gading, Kecamatan Sekadau Hulu, wilayah adat Dayak Taman Rirangjati di Desa Rirangjati, Kecamatan Nanga Taman, serta wilayah Dayak Koman di Desa Cenayan dan Desa Tamang, Kecamatan Nanga Mahap.

Sejak tahun 2014, dampak SK-733/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Kalimantan Barat, ketiga wilayah adat itu terancam kehilangan kepemilikan atas wilayah adat dan mata pencaharian berkelanjutannya, akibat ditetapkan pemerintah sebagai kawasan negara dengan fungsi Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP) dan Areal Penggunaan Lain (APL).

Disela-sela pemetaan, Agustinus Seang, perwakilan Masyarakat Adat Dayak Koman dan Sekretaris Desa Cenayan mengatakan bahwa Masyarakat Adat Koman terancam kehilangan kepemilikan atas wilayah adat dan mata pencaharian berkelanjutannya. Hal itu akibat ditetapkan pemerintah sebagai kawasan hutan negara dengan fungsi hutan lindung seluas 4.490,46 ha, Hutan Produksi seluas 444,24 ha dan APL seluas 4.169,18 ha.

“Dalam kawasan APL telah diterbitkan ijin perkebunan sawit seluas 3.848,52 Ha, perlahan menggeser kepemilikan orang-orang Koman di masa kini. Wilayah Adat Dayak Koman yang memiliki potensi hutan alam (kayu, non kayu) dan sumber mata air yang melimpah, sejak tahun 2020 terancam oleh ijin sawit PT. Mahap Bhakti Jaya (MBJ), PT. Landak Bhakti Palma (LBP) dan ijin HTI PT. Wahana Subur Persada (WSP), yang telah mulai beroperasi,” ungkap Seang melalui keterangan tertulis diterima Celebesta.com, Minggu (29/10/2023).

Hal senada disampaikan Juniar Apo, Tokoh Masyarakat Adat Dayak Taman Cupang mengatakan bahwa Masyarakat Adat Dayak Taman Cupang terancam kehilangan kepemilikan atas wilayah adat dan mata pencaharian berkelanjutannya. Kata Apo, akibat ditetapkan pemerintah sebagai kawasan hutan negara dan APL, saat ini kawasan APL tersebut telah diterbitkan ijin perkebunan sawit.

“Wilayah adat Taman Cupang yang dulunya didominasi oleh hutan sekunder, dengan berbagai macam flora dan fauna serta lahan pertanian dan perkebunan rakyat tersebut kini terancam oleh masuknya perkebunan sawit PT. Multi Jaya Perkasa (MJP) dan PT. Sumatera Makmur Lestari (SML), yang sudah mulai beroperasi,” ujar Apo.

Apo berharap pasca pemetaan ini, masyarakat adat Dayak Taman Cupang untuk kompak bersatu menjaga dan mengelola wilayah adatnya, untuk kepentingan anak cucunya.

Lebih lanjut, Marselinus Ando, Masyarakat Adat Taman Rirangjati, tokoh pemuda adat di Desa Rirangjati menyatakan dengan ditetapkannya wilayah adat Taman Rirangjati sebagai kawasan hutan negara dan APL, selanjutnya mengancam kepemilikan orang-orang Taman Rirangjati atas wilayah adat dan mata pencaharian berkelanjutannya.

Apalagi dalam kawasan APL tersebut telah diterbitkan ijin perkebunan sawit. Wilayah adat yang didominasi oleh hutan sekunder, dengan berbagai macam flora dan fauna serta lahan pertanian dan perkebunan rakyat.

“Masyarakat Taman Rirangjati kini terancam kehilangan kepemilikan atas wilayah adat dan ruang kehidupannya, akibat ditetapkan pemerintah sebagai kawasan hutan negara dan APL serta ijin perkebunan sawit milik PT. Agro Andalan, PT Bintang Sawit Lestari (BSL) dan Sumatera Makmur Lestari (SML), yang telah beroperasi sejak tahun 2016,” jelas Ando.

Sementara itu, Vinsensius Vermy, Ketua PHD AMAN Sekadau mengatakan tujuan pemetaan wilayah adat anggota AMAN ini agar  Masyarakat Adat Dayak Koman, Masyarakat Adat Dayak Taman Rirangjati dan Masyarakat Adat Dayak Taman Cupang di Kabupaten Sekadau, memiliki peta wilayah adatnya masing-masing.

Untuk selanjutnya, peta wilayah adat itu diserahkan kepada Bupati Sekadau, untuk memenuhi syarat-syarat penetapan MHA berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dan Perbup Sekadau Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pedoman Identifikasi, Verifikasi dan Penetapan MHA, untuk ditetapkan sebagai Masyarakat Adat. Adapun Dayak Koman sebelumnya telah ditetapkan melalui SK Bupati Sekadau Nomor 189/338/DPMD-C/2022, tanggal 30 Desember 2022, tetapi belum memiliki peta wilayah adat.

“Pemetaan wilayah adat ini juga bermaksud agar Masyarakat Adat Dayak Koman, Dayak Taman Rirangjati dan Dayak Taman Cupang di Kabupaten Sekadau dapat mengetahui luas, potensi, ancaman dan konflik di wilayah adatnya masing-masing ditengah maraknya investasi merusak yang memanfaatkan hutan dan lahan serta gencarnya kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat akhir-akhir ini di kalimantan, dampak IKN,” tegas Vermy.

“AMAN Sekadau saat ini gencar memetakan wilayah adat anggotanya, demi melindungi hak-hak masyarakat adat setempat. AMAN Sekadau menargetkan Tahun 2023 ini dapat menyelesaikan seluruh peta wilayah adat anggotanya,” imbuh Vermy. (*/mk)

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan