oleh

Sebut Tak Ada Tanah Adat di Poboya, PT CPM Dikecam

CELEBESTA.COM-PALU, Belum lama ini beredar sebuah video berdurasi dua menit empat puluh tujuh detik. Terlihat dalam video itu Seorang pria mengatakan bahwa di Poboya bahkan di Sulawesi Tengah tidak ada tanah adat hal itu diucapkan berkali-kali dengan lantang. Dirinya seperti menantang Masyarakat Poboya.

Berdasarkan Penelusuran Celebesta.com bahwa pria tersebut bernama Musliman yang merupakan Kontraktor PT. Adijaya Karya Makmur selaku Subkon dari PT Citra Palu Mineral (CPM) kemudian dari beberapa sumber yang dihimpun menyebutkan bahwa yang bersangkutan pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kota Palu.

Musliman juga memperkuat argumentasinya dengan menyebut Badan Pertanahan Nasional (BPN) sudah menyampaikan bahwa di Poboya bahkan di Sulawesi Tengah belum ada yang namanya kajian adat.

“Kita tidak tau siapa raja dulu disini. Siapa yang mewakafkan tanah ini, Raja Harusnya. Siapa raja, mana raja itu. Belum ada yang sampai kesitu. Makanya tidak ada yang namanya tanah adat” Terang dia dengan nada bertanya.

Musliman juga mengatakan bahwa hal itu diperkuat Keputusan Gubernur Sulteng Sulteng Aziz Lamadjido Nomor: 592.2/33/1993 yang menegaskan di Sulawesi Tengah semuanya adalah tanah swapraja yang diserahkan kepada Pemerintah untuk dikelola.

“Wilayah Keadatan itu ada, Wilayah kerjanya adat itu ada, bukan tanah adat” Kata dia.

Wilayah Keadatan, Kata Musliman disitu ada situs misalnya kalau ada yang salah Mbivi (Salah Bicara) di Poboya kena Givu atau Sanksi, itulah yang namanya wilayah Keadatan.

Sementara itu Sejumlah Aktivis Gerakan Masyarakat Adat Sulawesi Tengah dalam rilisnya. Kamis (25/08/2022) yang tergabung dalam Koalisi Tadulako menjelaskan bahwa menurut data Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) hingga tahun 2022 di Sulawesi Tengah tercatat ada 71 masyarakat adat yang telah terpetakan wilayah adatnya termasuk tanah adat dengan luas total 594.340 Hektar.

Menurut Amran Tambaru, Koordinator Koalisi Tadulako bahwa dari total luas wilayah adat tersebut, ada 17.501 hektar yang statusnya telah ditetapkan oleh Kementerian LHK sebagai Hutan Adat, yakni tersebar di Morowali Utara (Wana Posangke) dan lima komunitas di Kabupaten Sigi (Marena, Masewo, Lindu, Toro dan Moa).

Lebih lanjut Amran mengatakan luas wilayah adat yang diakui dalam Peraturan Daerah Kabupaten seluas 218.769 Hektar yang tersebar pada 3 (tiga) Kabupaten (Morowal Utara, Sigi dan Tojo Una-Una).

Menurut Koalisi Tadulako pernyataan Musliman yang menggunakan logical fallacy adalah pernyataan yang menyesatkan terkait keberadaan tanah-tanah adat di Sulteng.

“Pernyataan yang bersangkutan merupakan bentuk merendahkan harkat dan martabat masyarakat adat sekaligus melecehkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Tengah dan Bupati/ Walikota terkait penghormatan dan perlindungan masyarakat adat di Sulawesi Tengah,” Terang Amran.

Selanjutnya Koalisi Tadulako mendukung pernyataan Badan Musyawarah Adat (BAMUS) Sulawesi Tengah untuk menerapkan Givu (sanksi adat) kepada yang bersangkutan karena melanggar Perwali Kota Palu No. 38 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kelembagaan Adat Kaili.

Adapun yang tergabung dalam Koalisi Tadulako adalah Agus M. Sulaeman (Ketua SLPP Sulawesi Tengah), Amran Tambaru (Direktur YMP Sulteng), Asran Patompo (Koordinator KARAMHA Sulteng) Erwin Laudjeng (Pegiat Masyarakat Adat di Sulawesi Tengah), Iskandar (WALHI Sulawesi Tengah), Joisman Tanduru (Kepala BRWA Sulteng).

Selanjutnya Dr. MHR. Tampubolon, SH, MH (Ahli Hukum Adat – Untad/ Ketua LBH IKA Untad), Dr. Zaiful Kamal, S.Sos, MSi (Ahli Sosiologi Adat – Untad/ Ketua Pusat Studi Sosial dan Kebijakan Daerah – Untad) dan Zikran dari Pengurus Wilayah AMAN Sulteng (AS).

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan