Celebesta.com – SORONG SELATAN, Masyarakat adat dari 12 kampung di Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel) bersama Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, aktivis organisasi mahasiswa dan pemuda di Sorsel dan Tambrauw, Papua Barat yang terdampak dan terancam oleh aktivitas bisnis perkebunan kelapa sawit, menolak berbagai izin-izin yang sedang dan akan berlangsung di tanah dan hutan adat milik masyarakat adat.
Sikap itu disampaikan bahwa izin-izin dan praktik usaha perkebunan tersebut melanggar hak-hak adat dan hak-hak hukum masyarakat adat, terjadi kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), tidak adil dan mengancam keberlanjutan hidup masyarakat, kerusakan dan kelestarian lingkungan hidup.
Adrianus Kameray, tokoh masyarakat adat, Kampung Bariat, Distrik Konda, Kabupaten Sorong Selatan, menjelaskan Kami resah karena pemerintah memberikan izin kepada perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Anugerah Sakti Internusa, tanpa persetujuan masyarakat luas di Distrik Konda.
“Kami menolak perusahaan dan izin-izin perkebunan kelapa sawit, karena tanah dan hutan adat kami kecil, terdapat hutan keramat yang dilindungi,” jelas Adrianus Kameray melalu keterangan persnya, Sabtu (10/4/2021).
Pemerintah daerah dan nasional dianggap abai dan belum sungguh-sungguh mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat Papua, secara khusus masyarakat adat Papua yang berada di wilayah Kabupaten Sorong Selatan.
Lebih lanjut, Yanti Worait merupakan tokoh perempuan dari Kampung Ikana, Distrik Kais Darat menyatakan, masyarakat adat disekitar hutan dan areal perkebunan kelapa sawit kehilangan hak atas tanah, kehilangan sumber mata pencaharian, berkonflik dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit dan orang-orang pendukung perusahaan.
“Kami minta pemerintah untuk menghentikan pembukaan lahan baru dan membatasi lahan perkebunan, kami minta perusahaan tidak menggusur hutan adat tersisa. Kami korban dan memohon pemerintah dan perusahaan menghormati dan melindungi hak masyarakat,” ungkap Yanti Worait.
Sementara itu, aktivis pemuda, Holland T. Abago menyatakan mendukung rekomendasi Dinas Perkebunan Provinsi Papua Barat dan Tim Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (GNP-SDA) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tentang hasil evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit provinsi Papua Barat, Februari 2021 silam.
Rekomendasi itu terkait pencabutan izin usaha perkebunan, pemberian hukuman pidana dan meminta klarifikasi resmi Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan terkait pemberian SK Pelepasan Kawasan Hutan Konversi kepada perusahaan-perusahaan disebutkan diatas, perusahaan melakukan rehabilitasi dan restorasi kawasan hutan gambut.
Menurut Holland Abago, Tahun 2020, DPRD Kabupaten Sorong Selatan telah membentuk Tim Pansus untuk mengkaji pengaduan masyarakat adat terkait izin perkebunan kelapa sawit yang melanggar, namun pihaknya belum mengetahui hasil dan upaya mengungkap dan menyelesaikan keluhan masyarakat.
“Rekomendasi Tim Pansus DPRD dan Dinas Perkebunan Papua Barat, seharusnya ditindaklanjuti dengan tindakan kongkrit dan mengakomodasikan aspirasi masyarakat adat untuk memberikan sanksi hukum dan pencabutan izin demi hukum,” jelas Holland Abago. (*)
Editor: Malik A
Komentar