Celebesta.com – SIGI, Tim Verifikasi Teknis (Vertek) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) lakukan Vertek di 3 lokasi usulan Hutan Adat di Kabupaten Sigi, yaitu hutan adat Lindu, Toro dan hutan adat Moa.
Vertek ini merupakan tindaklanjut atas 27 lokasi prioritas usulan Hutan Adat. Vertek hutan adat ini dilakukan dalam kerangka kerja Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria Tahun 2021 yang dibentuk oleh Kepala Staf Kepresidenan berdasarkan arahan Rapat Internal (Rapin) Presiden Joko Widodo dengan CSOs pada bulan November dan Desember tahun 2020 dan Rapat Tingkat Menteri (RTM) awal tahun 2021.
Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) mengikuti proses dialog perwakilan tiga komunitas adat tersebut di KLHK pada akhir tahun lalu sebelum Rapin dengan Presiden.
“Usulan Hutan Adat ini juga merupakan bagian dari Progam Pemerintah Kabupaten Sigi melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang dimulai sejak 2017 silam, dimana BRWA terlibat aktif dalam GTRA Sigi,” jelas Kepala BRWA, Kasmita Widodo melalui keterangan persnya, Selasa (6/4/2021).
Menurut Kepala BRWA, Bupati Sigi sangat berkomitmen dan melaksanakan program Reforma Agraria ini sejak diluncurkan tahun 2017 hingga saat ini.
Sementara itu, Sekretaris GTRA Eva Bande dalam menggerakkan pelaksanaan Reforma Agraria di Kabupaten Sigi sebagai sebuah pendekatan dan strategi pelaksanaan Reforma Agraria yang dicanangkan oleh KSP pada sekitar tahun 2016-2017.
“Jadi ini sebuah pendekatan penyelesaian konflik agraria di tingkat kabupaten yang komprehensif meliputi skema redistribusi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA), Perhutanan Sosial, dan Hutan Adat,” ujar Eva Bande.
Lanjut Eva, terhadap skema TORA yang diusulkan GTRA Sigi, informasi dari Sekretaris GTRA Sigi, masih terlalu jauh dari harapan. Artinya, ada perbedaan yang jauh sekali antara luasan usulan obyek TORA yang disampaikan GTRA Sigi dan yang direkomendasikan oleh KLHK.
“Tentu kita patut mencermati juga usulan Hutan Adat di Sigi yang saat ini dalam proses verifikasi teknis oleh tim terpadu yang dibentuk oleh Dirjen PSKL-KLHK,” sambung Sekretaris GTRA Sigi itu.
Sebelumnya, Putusan MK 35 menyatakan “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. Masyarakat hukum adat dan wilayah adatnya sudah diakui dan ditetapkan oleh pemerintah kabupaten, dan usulan hutan adat secara resmi telah disampaikan oleh masyarakat adat kepada KLHK, maka dari itu kita akan melihat hasilnya dari Vertek hutan adat tersebut.
Saat ini, status pengakuan dan penetapan hutan adat oleh KLHK baru mencapai 75 hutan adat dengan luas sekitar 56.900 hektar. Hutan Adat yang sudah ditetapkan tersebut berada pada semua fungsi kawasan hutan, yaitu produksi, lindung dan konservasi.
“Ini menunjukkan bahwa hutan adat berlaku dan bisa berada pada tiga fungsi kawasan hutan yang sebelumnya sudah ditetapkan oleh KLHK,” tegasnya.
Pertanyannya, apakah 3 usulan hutan adat di Sigi yang sebagian besar berada di kawasan konservasi Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) tersebut mendapatkan hasil sesuai yang diusulkan oleh masyarakat adat?
“Tentu saja kita semua menunggu hasil Tim Vertek hutan adat yang masih bekerja melakukan verifikasi subyek dan obyek hutan adat serta relasi keduanya,” tutupnya. (*)
Editor: Arman Seli
Komentar