Oleh : Citra Racindy, S.Pd, Gr
“Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa kita. Tanah air pasti jaya, untuk selama-lamanya. Indonesia pusaka, Indonesia tercinta. Nusa bangsa dan bahasa kita bela bersama”.
Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh! Pepatah yang sederhana namun memiliki makna yang mendalam tentang arti pentingnya persatuan.
Bertepatan pada tanggal 28 Oktober 1928 yang lalu terdapat para pemuda yang sedang mengikrarkan sebuah sumpah yang sampai sekarang menjadi simbol persatuan dan akar nasionalisme.
Setiap hari sumpah pemuda, seluruh instansi memperingati dengan berbagai macam kegiatan, dimulai dengan upacara dan jenis kegiatan lainnya. Tentu ini jika tidak di maknai dengan penuh kesadaran maka akan menjadi kegiatan formalitas dan simbolis belaka.
Salah satu perkumpulan perhimpunan Indonesia (PI) yang sebelumnya lebih dikenal dengan nama Indische Vereeniging, sebagai organisasi terkemukaka mahasiswa Indonesia di Belanda telah banyak melakukan perjuangan untuk menumbuhkan tekad bersatu.
Perlu diketahui bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia dilakukan dari dalam dan luar negeri untuk mematangkan rakyat Indonesia dalam melawan kolonialis Belanda, yang dilancarkan baik dengan tulisan maupun dengan berbagai pemberonatakan fisik.
Melalui persatuan pemuda yang terhimpun dalam indische Vereeniging sampai tercetusnya sumpah pemuda menandai runtuhnya pagar-pagar identitas kedaerahan.
Berawal dari kebangkitan nasional yang menandai awal bangkitnya nasionalisme, sumpah pemudalah yang menjadi landasan persatuan bangsa Indonesia. Para pemuda saat itu yang berasal dari berbagai suku bangsa, budaya dan agama rela melepaskan sekat-sekat perbedaan demi mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka.
Kesadaran ini lahir dari perasaan diskriminatif, stratifikasi sosial yang dibentuk oleh pemerintah kolonial. Dampak dari politik etis, telah memunculkan kaum terpelajar yang berpendidikan dan bersahabat dengan buku-buku yang telah membuka mata mereka memahami gerakan-gerakan kebangsaan di berbagai negara.
Sumpah pemuda merupakan produk kaum intelektual sebagai penggerak drama nasionalisme Indonesia. Dalam hal ini berhasil melahirkan identitas nasional dan kesadaran kolektif sebagai bangsa. Namun ditengah perkembangan zaman terdapat banyak tantangan untuk mempertahankan makna persatuan dan nasionalisme.
Gempuran kebudayaan asing yang terfasilitasi dengan media dan teknologi internet berpotensi mendominasi serta mempengaruhi kebudayaan lokal.
Nasionalisme yang dipahami sebagai sikap rasa cinta terhadap tanah air mulai menurun dengan fenomena permasalahan negara yang mengancam kedaulatan bangsa.
Hal ini menegaskan bahwa Indonesia sedang menghadapi tantangan serius terkait nasionalisme. Memudarnya nasionalisme di era ini dapat disoroti dnegan maraknya konflik sosial berbasis ras, narasi primordialisme dan sentimen berbasis isu SARA yang berkembang, krisis kepercayaan publik terhjadap pemerintahan dan kurangnya kesdaaran bangsa Indonesia untuk mendalami sejarah nasional.
Berangkat dari kenyataan ini, nasionalisme perlu disuarakan kembali untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan bangsa. Jika nasionalisme dalam konteks dulu dibangun untuk membentuk kesadaran kolektif demi terbebas dari belenggu penjajah.
Di era kontemporer ini harus dibangun untuk membawa Indonesia menjadi negara yang maju. Hal ini bisa dilakukan juga dengan menerapkan nasionalisme melalui prinsip achievement (prestasi).
Mari generasi muda berlomba-lomba untuk mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia tanpa mengurangi nilai-nilai luhur yang terkandung dari sumpah pemuda tersebut. Hal lain yang bisa dilakukan sesederhana mungkin adalah dengan prinsip unity (kesatuan).
Menyadari bahwa seluruh warga negara Indonesia adalah satu kesatuan yang berada di bawah bendera yang sama yaitu merah putih, ideologi pancasila, bahasa Indonesia. kita berpijak dalam sebuah negara yaitu NKRI yang harus dijaga keutuhan dan kedaulatannya demi keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Seperti kata bung Hatta “Jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri.
Makin pudar persatuan dan kepedulian, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulai di peta.
Penulis adalah guru Pendidikan Pancasila dan Tentor Wawasan Kebangsaan






Komentar