oleh

Pelajar Keracunan Makan Bergizi Gratis: Ironi Kebijakan Tanpa Pengawasan Serius

Oleh : Mulky Satria Kamal

(Wakil Ketua Bidang Politik, DPC GMNI Kota Palu) 

Program Makan Bergizi Gratis lahir dari niat yang mulia, memastikan anak-anak Indonesia mendapatkan asupan gizi yang cukup agar tumbuh sehat, cerdas, dan bebas dari ancaman stunting.

Namun, di Kota Palu, tujuan mulia itu berubah menjadi malapetaka. Pada hari Rabu, 27 Agustus 2025, sejumlah pelajar dilarikan ke Rumah Sakit setelah mengalami gejala keracunan makanan yang disediakan melalui program ini.

Ironi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: mengapa sebuah kebijakan yang dimaksudkan untuk menyehatkan justru mencederai kesehatan anak-anak?

Janji Politik dan Kenyataan Pahit

Sejak awal diperkenalkan, Makan Bergizi Gratis dikampanyekan sebagai program unggulan pemerintah. Ia digadang-gadang menjadi jawaban atas persoalan gizi buruk yang masih menghantui negeri ini. Siapa yang tidak setuju anak-anak harus mendapatkan nutrisi yang seimbang untuk mendukung proses belajar mereka?

Namun dibalik slogan dan kampanye, ada pekerjaan rumah besar: kesiapan infrastruktur, sistem distribusi, serta standar keamanan pangan. Kasus keracunan di Kota Palu menunjukkan bahwa pemerintah seakan lebih fokus pada menjalankan program secepatnya demi citra publik, ketimbang memastikan kualitas pelaksanaannya.

Dimana Letak Masalahnya?

Pertama, standar kebersihan dan pengolahan makanan tampak diabaikan. Jika makanan yang seharusnya menyehatkan justru membuat sakit, itu artinya ada kegagalan pada rantai penyediaan-mulai dari bahan baku, dapur pengolahan, hingga distribusi ke sekolah.

Kedua, pengawasan terhadap vendor penyedia makanan lemah. Apakah pemerintah daerah benar-benar melakukan uji kelayakan penyedia makanan? Apakah dapur dan pekerja telah memenuhi standar higienitas? Tanpa audit yang jelas dan ketat, risiko keracunan akan selalu menghantui.

Ketiga, transparansi minim. Masyarakat tidak tahu siapa penyedia makanan, bagaimana anggaran digunakan, dan apa mekanisme pengendalian mutu yang diterapkan. Padahal, kalau menyangkut kesehatan anak, akuntabilitas publik adalah harga mati.

Lebih dari Sekadar Insiden Lokal

Sebagian pihak mungkin menganggap kasus di Kota Palu hanyalah “kelalaian sesaat” atau “kecelakaan kecil.” Tetapi anggapan itu justru berbahaya. Keracunan makanan bukan sekadar insiden teknis-ia adalah alarm keras tentang rapuhnya sistem pengawasan dalam program yang menyentuh jutaan anak di Indonesia.

Jika di Kota Palu saja bisa terjadi, mengapa tidak di daerah lain? Coba bayangkan kalau ribuan siswa di kabupaten/kota lain mengalami hal serupa. Alih-alih mengatasi masalah gizi, program ini justru bisa menimbulkan krisis kesehatan baru.

Kritik Terhadap Kebijakan yang Tergesa-gesa

Kebijakan publik harusnya dibangun atas perencanaan yang matang, bukan hanya dorongan politik sesaat. Sayangnya, Makan Bergizi Gratis lebih terasa sebagai proyek pencitraan dibanding kebijakan yang betul-betul siap dijalankan.

Mengapa pemerintah tidak memulai dengan pilot project yang terbatas, dengan pengawasan super ketat, sebelum meluncurkannya secara masif? Mengapa aspek keselamatan pangan tidak dijadikan prioritas utama? Apakah kita rela menjadikan anak-anak sebagai “kelinci percobaan” sebuah program politik?

Jalan Keluar: Jangan Matikan Niat Baik, Perbaiki Sistem

Program baik harus berbanding lurus dengan sistem yang sehat. Pertama, pemerintah pusat dan daerah perlu segera melakukan audit menyeluruh terhadap semua penyedia makanan dalam program ini. Kedua, membentuk tim pengawas lintas sektor-Dinas Kesehatan, Pendidikan, hingga BPOM-yang bekerja secara rutin, bukan hanya setelah insiden terjadi.

Ketiga, kewajiban transparansi publik. Siapa penyedia makanan, bagaimana kualitas bahan pangan diperiksa, dan bagaimana proses distribusi diawasi. Keempat, berdayakan unit lokal seperti kantin sekolah, dengan standar gizi dan higienitas ketat, sehingga distribusi lebih terkontrol. Kelima, berikan edukasi dan pelatihan bagi penyedia makanan agar memahami standar keamanan pangan, bukan sekadar memenuhi kuota.

Jangan Ulangi Tragedi

Kasus keracunan pelajar di Kota Palu adalah tanda kegagalan pemerintah dalam memastikan keselamatan anak-anak. Sebuah kebijakan mulia berubah jadi ancaman karena lemahnya kontrol.

Apakah kita rela melihat anak-anak kembali terbaring di Rumah Sakit hanya karena lalai mengawasi kualitas makanan? Apakah kita ingin menukar keselamatan generasi penerus bangsa dengan sekadar kebanggaan politik sesaat?

Jika memang pemerintah peduli pada masa depan anak bangsa, maka prioritas utama haruslah keselamatan, kualitas, dan akuntabilitas. Jangan sampai Makan Bergizi Gratis yang harusnya menyelamatkan, justru dicatat oleh sejarah sebagai program yang menyakiti.

Substansi tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulis.

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan