oleh

Eksperimen Suprastruktur Yang Gagal

Richard Fernandez Labiro

(Dosen FISIP UNTAD)

Pemerintah telah begitu lama menciptakan uji coba dan mempraktekan ramuan-ramuan sosial yang diperas dari konstitusi dan sebagainya, untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, hasil laboratorium mereka tidak kunjung selesai, sebelum sampai pada ruang seminar kerja laboratorium keburu terbakar oleh ketidakpercayaan publik.

Penyebabnya sangat sederhana, karena intisari dari kondisi material publik selalu dikotomikan oleh setiap rancangan program Pemerintah mulai dari Nasional hingga ke Desa. Hasilnya, bukan mendapatkan nilai A, melainkan harus mengulang dengan resep yang hampir sama dan tidak mengubahnya sama sekali.

Eksperimen yang dimaksudnya adalah mengotak atik seluruh kebijakan Negara, serta program turunanya. Merubah dan mengganti ranting Pemerintahan, mengikuti maunya oligarki dan melihat tumpang tindih kewenangan dari internal birokrasi itu sendiri. Padahal, sudah jelas kesalahan adalah pada sistem yang dipilih yaitu kapitalisme. Sistem yang rentan dengan krisis.

Omnibus law adalah salah satunya, produk Negara ini digadang-gadang akan mengatasi problem birokrasi dan hukum yang tumpang tindih. Isinya, tidak main-main. Semua aturan main mengikuti logika kapitalisme, autran yang mempermudah perizinan lokasi untuk berinvestasi, mudahnya mengurus izin pelepasan kawasan hutan, Analisis Dampak Lingkungan Hidup yang nyaris kehilangan nyawanya, dan hak-hak normatif kelas pekerja yang tidak diakomodir. Semua ini menandakan suatu kegagalanpaham Pemerintah dalam mengurusi rakyatnya.

Begitupun dengan Perlindungan Sosial. Hampir tidak ditemukan campur tangan yang nyata dari Program Nasional terkait Perlindungan Sosial yang sudah dibuat. Padahal dalam konstitusi, Negara memiliki kewajiban untuk melindungi kaum yang termarjinalkan, mencerdaskan setiap anak bangsa, dan memelihara kaum papah. Namun, justru sebaliknya masyarakat justru mensubsidi dirinya sendiri, ditambah lagi ketergantungan yang dihasilkan dari Negara melalui program bagi-bagi logistik mulai dari pembagian Sembako dan transfer uang tunai.

Dilapangan agraria tidak kalah parahnya, setiap izin usaha yang diberikan oleh Pemerintah untuk investor Perkebunan Sawit dan Pertambangan menciptakan konflik agraria yang tak kunjung selesai. Kriminalisasi petani yang mempertahankan tanahnya serta monopoli komoditi petani oleh tengkulak dan pasar global. Semua itu menambah panjang rel konflik agraria.

Sementara, kelas pekerja masih menempuh tanjakan yang curam untuk mencapai kesejahteraanya. Mulai dari kenaikan upah, kehidupan layak, hak untuk mendapatkan pelayanan publik, PHK sepihak apabila mengkritik pengusaha dan Pemerintah dan kecelakaan kerja. Perjuangan kelas pekerja pun belum menemukan titik akhir dari persolaan mereka, sebab, solusi dari Negara adalah solusi liberal yang menyerahkan hak kelas pekerja kepada oligarki melalui politik praktis—dinasti politik di daerah-daerah.

Dari masalah diatas, secara umum, ingin dikatakan bahwa terjadi dikotomi antara problem material masyarakat dengan cara-cara Negara mengatasinya (eksperimenya yang gagal).

Saat ini, hantu resesi tengah mengelilingi Nusantara, aromanya sudah tercium oleh alih-alih ekonomi Negara. Dan solusinya tentu sudah kita ketahui, yaitu menyelamatkan ekonomi Negara—ekonomi dengan sistem kapitalisme—melalui fleksibilitas perizinan dan keuangan Negara.

Jika Negara sudah benar-benar masuk ke jurang resesi ekonomi, maka harga-harga komoditi akan naik atau turun. Ekonomi rakyat menjadi tidak stabil, krisis pangan terjadi dimana-mana, maka solidaritas rakyat bantu rakyat pasti akan digelorakan kembali seperti pandemi Covid 19. Namun, semua itu belum menyelesaikan masalah. Sebab, ramuan eksperimennya sudah kita ketahui sejak dulu.

Perlu satuan kimia yang baru, agar kita menemukan obat mujarab dari penyakit kronis Negara ini. Sistem yang berwatak virus ini yakni kapitalisme, sudah menggrogoti anti bodi perlindungan sosial bagi masyarakat dan menyasar hingga ke bagian vital tubuh lainya. Dan, membiarkan tubuh Negara ini wafat akibat virus yang sudah ada sejak dulu. Namun, masih bisa diselamatkan.

Masyarakat perlu belajar, bahwa hanya mereka yang bisa membawa dirinya keluar dari malapetaka ini. Resesi ekonomi dan problem yang mendasarinya, telah menjadi pengetahuan secara langsung yang memberi kesadaran bagi mereka bahwa, tidak ada perlindungan sosial yang nyata dari Negara yang telah dirundung krisis, perlindungan yang kabur itu, datang dari lembaga internasional nan imperialis melalui program donorismenya, melalui kuda troyanya. Yang memberi harapan palsu/utopia bahwa pelayanan publik datang dari mereka dan melemahkan peran Negara secara langsung.

Kesadaran itu perlu dielaborasikan bersama dengan intelektual organik masyarakat yang selama ini memberikan konter hegemoni Negara. Sebab penyatuan antara kelas pekerja dan intelektual organik akan menjadi palu godam sistem kapitalisme ini!.

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan