oleh

Bakal Calon Bupati Sorsel Wajib Komitmen Isu Lingkungan Hidup

Celebesta.com – Teminabuan, Para kandidat Bupati Sorong Selatan (Sorsel) ramai mendaftarkan dirinya menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sorsel tahun 2024 yang berlangsung secara serentak se Indonesia.

“Masyarakat adat dan warga yang cerdas politik seharusnya mengkritisi visi dan misi pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati, tajam dalam menentukan Cabup dan Cawabup yang visioner dan mempunyai komitmen terhadap perlindungan dan pemberdayaan hak-hak Orang Asli Papua dan Lingkungan Hidup,” jelas Aktivis Lingkungan, Olland T. Abago dalam keterangan tertulisnya, Selasa (7/5/2024).

Menurut Olland, setiap hari kita disuguhkan pemberitaan kejadian kekerasan dan pelanggaran HAM, mengalami diskriminasi dan ketidakadilan sosial dan ekonomi dengan korban masyarakat adat dan aktivis, merasakan buruknya pelayanan sosial, kesehatan dan pendidikan, kejadian gizi buruk, dan sebagainya.

Kita juga melihat dan merasakan pembabatan hutan dan deforestasi dalam skala besar hingga ratusan ribu terjadi di Tanah Papua dan berdampak pada kehidupan masyarakat adat dan bumi. Kita marah dan sedih dengan lemahnya penegakan hukum dan sistem yang menindas, pejabat negara yang korupsi dan tidak perduli dengan penderitaan rakyat.

Data Yayasan Pusaka Bentala Rakyat menunjukan bahwa kerusakan dan deforestasi Papua pada tahun 2023 seluas 25.457 hektar dan akan terus terjadi dikarenakan kebijakan perizinan dan praktik pembangunan yang mengabaikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan gagal melindungi hak-hak hidup masyarakat adat.

Sorong Selatan sendiri kini mengalami ancaman serius karena hutan alami milik masyarakat adat akan selalu mengalami istilah yang disebut “konversi hutan” mulai dari hutan A ke hutan B serta berubah lagi ke C dan seterusnya demi kepentingan komersial dan ekspansi pebisnis dengan segala jenis investornya baik itu yg perkebunan maupun lainnya.

Sedangkan dalam tatanan masyarakat adat, hutan adat itu tetap menjadi milik mereka yang dikuasai turun temurun dan karena berada di wilayah adatnya, namun berbagai kebijakan peraturan dari negara telah merubah dan menentukan status hutan adat mereka yang sudah ada dan dikelola sejak turun temurun.

Jika hutan dibabat habis, tentu hal itu akan mengancam kehidupan dan eksistensi masyarakat adat yang selalu hidup bergantung pada hutan alam untuk kebutuhan berkebun, berburu, meramu maupun budaya (pembuatan tifa, suling, kain rumput, noken, koba-koba, tikar, dan lainnya).

Eksistensi pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat adat akan terancam punah. Kerusakan dan hilangnya hutan akan mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia, salah satu penyebabnya adalah perubahan iklim dan pemanasan global, yang mengkhawatirkan keberlanjutan hidup manusia dan berbagai mahluk hidup.

Lalu dalam kondisi itu kita tahu bahwa Pemda Sorsel telah menerbitkan Perda Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengakuan, Perlindungan dan Penghormatan Masyarakat Hukum Adat dan diperkuat SK Bupati Sorsel tentang Panitia Masyarakat Hukum Adat.

Namun sampai saat ini, belum ada SK penetapan dan pengakuan dari Negara (Pemerintah) untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, tanah dan hutan adat di Kabupaten Sorong Selatan yang seharusnya untuk menghormati dan melindungi tiga suku besar yakni Suku Tehit, Suku Imekko dan Suku Maybrat.

“Ketiga suku ini terdapat banyak sub-sub suku dengan kepemilikan hutan yang berbeda-beda di seanteru sorong selatan,” ujarnya.

Apabila Pemda Sorsel pada periode berikutnya tidak segera melakukan upaya perlindungan maka perkiraan saya sebagian sub suku akan terancam kehilangan hutan adat secara total lalu kemudian tunggu waktu lagi untuk sub suku lain akan mengikuti secara perlahan dan sudah banyak bukti di tempat lain terjadi hal ini.

Melihat kondisi itu, Olland berharap agar para bakal calon yang ingin bertarung pada Pilkada Bupati Sorong Selatan 2024, wajib berkomitmen dan mencantumkan misi perlindungan hak masyarakat adat dan lingkungan hidup sebagai agenda prioritas dalam visi-misinya, dengan begitu kami rakyat bisa melihat siapakah anak adat yang sebenarnya.

“Jika Hutan dilindungi maka mata air terus mengalir, namun jika hutan habis maka julukan Kota Seribu Satu Sungai pasti akan terhapus dengan sendirinya,” tutup Olland. (*)

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan