Oleh : Syahrudin Ahaba / Beto (Pengamat)
Sulawesi Tengah merupakan salah satu Provinsi yang memiliki Sumber Daya Alam yang sangat melimpah mulai dari Nikel, Emas, Perkebunan Sawit, Pertanian, sampai di bidang perikanan (Ekstraktivisme). Akan tetapi, di sisi lain jumlah angka kemiskinan masyarakat di Sulawesi Tengah pun meningkat.
Data Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tengah mencatat ada total 389,71 Ribu Penduduk Miskin Perkotaan + Perdesaan atau 12,81% dari jumlah penduduk pada bulan Desember 2023.
Tentu ada yang salah dengan pengelolaan Industri yang sedang berjalan. Apa yang menjadi penyebab meningkatnya angkah kemiskinan di Sulawesi Tengah? Apakah ekstraktivisme berdampak pada sebagian besar kesejahteraan masyarakat Sulteng?
Pertama, ketergantungan terhadap ekstraktivisme SDA berorientasi pada ekspor dalam bentuk bahan mentah, tentu saja sedikit jalinan dengan sektor ekonomi yang lain. Ini yang menyebabkan booming di sektor SDA tidak mengerek sektor lain.
Kedua, ekstraktivisme tidak padat karya. Tidak membutuhkan partisipasi pekerja dalam jumlah besar. Sehingga, ledakan investasi di sektor ekstraktif terkadang tidak menyumbang perluasan lapangan kerja.
Selain itu, di beberapa sektor ekstraktif tidak terlalu membutuhkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tinggi. Walhasil, daerah kita kerap tidak serius melakukan investasi untuk menciptakan tenaga kerja terampil. Tidak serius memajukan kualitas sumber daya manusianya.
Namun juga dibeberapa sektor pengolahan sumberdaya alam Mineral dan Fosil seperti pertambangan dan migas seringkali mendatangkan pekerja dari luar daerah seperti wilayah Jawa, karena kompetensi lulusan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan di Sulawesi Tengah masih jauh dari standar kompetensi yang ditetapkan oleh industri. Tenaga kerja yang qualified dan certified sulit diperoleh oleh sebagian besar industri. Hingganya meningkatkan angka pengangguran di wilayah tapak proyek.
Ditambah mahalnya biaya pendidikan dan kursus/sertifikasi di luar daerah. Kita belum mampu mengikuti standar kompetensi yang dibutuhkan oleh industri nasional. Sehingga seringkali para calon pekerja mengikuti kursus K3, Sertifikasi izin Operator dan lain-lain harus keluar daerah ke Cepu, Kota Makassar dan daerah maju lainya. sejauh ini Balai Latihan Kerja dan Peningkatan Produktivitas yang dikelola oleh Pemerintah tidak berstandar kompetensi yang ditetapkan oleh industri.
Ketiga, kegiatan ekstraktivisme, seperti tebang, gali, dan ekstraksi, berpotensi mengganggu lingkungan. Kemudian, kebutuhan lahan yang luas juga mendorong alih-fungsi lahan secara besar-besaran. Tak bisa dipungkiri tingginya konflik agraria di Sulawesi Tengah hampir di seluruh Kabupaten dengan industri ekstraktif terjadi gejokal perlawanan. Penurunan lahan pertanian juga tidak lepas dari alih-fungsi lahan.
Kempat, untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
Intinya standarisasi kemiskinan dilihat dari outcame dan tidak mengacu pada income ini juga menjadi salah satu penyebab tidak efektifnya program penuntasan kemiskinan. Ditambah lagi dalam penuntasan kemiskinan anggaran bersumber dari pendapatan negara (program nasional) bukan dari hasil pendapatan daerah.
Kelima, perusahaan daerah (prusada) belum berjalan maksimal. Dalam beberapa kasus kemiskinan di Sulawesi Tengah juga disebabkan oleh tingginya perusahaan dari luar daerah yang menjadi subcon dan sapplier di industri-industri besar seperti migas dan pertambangan di Sulawesi Tengah yang mengakibatkan putaran ekonomi mengalir ke luar daerah yang sementara kita memiliki kapasitas dan Sumberdaya yang cukup.
Tidak heran jika wilayah tapak proyek juga masih menjadi penyumbang angka kemiskinan yang cukup besar. Kabupaten Banggai dengan industri migasnya juga masuk dalam data kemiskinan ekstrim 2023.
Dari semua situasi ini apa jalan yang harus kita ambil? Jika dibutuhkan kami siap mendiskusikan program terkait solusi dari situasi ini.!!!
*Substansi dari tulisan ini sepenuhnya tanggungjawab penulis.
Komentar