Celebesta.com – Mamuju Tengah, Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama para pelaku usaha padi telah membuat kesepakatan bersama tentang harga batas pembelian gabah dan beras.
Disepakati harga pembelian atas (Ceiling price) atau Harga Eceren Tertinggi (HET) Gabah Kering Panen (GKP) Tingkat Petani Rp 4.550 per kg, GKP di tingkat Penggilingan Rp 4.650 per kg, Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat Penggilingan Rp 5.700 per kg, dan Beras Medium di Gudang Perum Bulog Rp 9.000 per kg.
Merespon hal tersebut, Petani Kabupaten Mamuju Tengah menyimpulkan bahwa penetapan harga batas tersebut dapat merugikan petani mengingat biaya operasional yang kian meningkat.
Edi Sudarwanto salah satunya, Petani yang mengelola sawah di Desa Kuo, Kecamatan Pangale tersebut mengatakan sikap tidak setuju dengan penetapan harga tersebut. Menurut Edi, sangat tidak relevan dengan keadaan kehidupan sehari-hari mengingat kebutuhan hidup yang serba mahal.
“Untuk lahan yang bagus saja petani bisa jadi akan jalan di tempat atau istilahnya gali lubang tutup lubang. Apalagi untuk lahan-lahan golongan 2, apa mereka tidak merugi karena biaya sama hasil tidak sesuai,” ujar Edi kepada Celebesta, Rabu (01/03/2023) pagi.
Ia menambahkan, bagaimana petani padi bisa sejahtera karena saat menggarap lahan pun resiko kegagalan juga masih ada. Kalau harga tidak di rubah, kata dia, alihfungsi lahan akan semakin liar khususnya di Mamuju Tengah ini. Harusnya harga di tingkat petani untuk GKP di angka Rp 5.500 per kg.
“Lumbung pangan Mamuju Tengah akan terancam, umumnya di wilayah kecamatan Pangale khususnya Desa Kuo. Apabila petani padi tidak dilindungi ini realitanya, petani akan mengalihfungsikan lahan ke Kelapa Sawit karena dari segi resiko dan harga yang Kelapa Sawit lebih dapat mensejahterakan,” paparnya.
Sementara, Kadek petani lain juga berpendapat pemerintah hanya mampu menekan petani, tetapi harga pestisida tidak terkontrol.
“Pangan kuat Indonesia berdaulat bisa jadi tinggal kenangan,” ungkapnya. (Indra)
Komentar