oleh

Di Ujung Pemerintahan Jokowi, BRWA Dorong RUU Masyarakat Adat

Celebesta.com – JAKARTA, Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) terus mendorong pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat dengan menyiapkan data spasial dan data sosial masyarakat adat yang didokumentasikan secara sistematik.

Menurut Kasmita Widodo, Kepala BRWA mengatakan, pemerintah selama ini tidak atau belum memiliki data spasial (peta) maupun data sosial keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya. Hal itu tentu saja menjadi persoalan baik di tingkat pemerintah dan juga di tingkat masyarakat ketika dilakukan upaya mendorong pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Saat ini, BRWA mengembangkan suatu sistem registrasi, verifikasi dan validasi serta mengeluarkan sertifikasi bagi data spasial dan sosial masyarakat adat dan wilayah adatnya. BRWA berharap sistem itu dapat diadopsi oleh pemerintah dan dituangkan dalam bentuk kebijakan, termasuk dalam mendorong disahkannya Undang-Undang Masyarakat Adat.

Lebih lanjut, BRWA dalam melakukan advokasi berkolaborasi dengan pemerintah daerah baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten.

“Tercatat ada 15 provinsi dan 46 kabupaten yang berkolaborasi dengan BRWA dalam upaya implementasi pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat,” jelas Kasmita Widodo saat menyampaikan sambutan dalam Talkshow Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Ujung Pemerintahan Jokowi di Morrissey Hotel Residence, Jakarta, Senin (25/4/2022).

“Sampai akhir bulan Maret 2022, tercatat sebanyak 905 komunitas seluas 14.209.182 hektar wilayah adat yang sudah diregistrasi, 140 komunitas seluas 2.774.973 hektar sudah dilakukan verifikasi dan 42 komunitas seluas 612.245 hektar Wilayah Adat yang sudah dilakukan sertifikasi oleh BRWA,” sambungnya.

Menurutnya, data itu yang setiap tahun disampaikan kepada pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga terkait. Melalui penyampaian data masyarakat adat dan wilayah adatnya ini diharapkan ada perhatian dan tindak lanjut yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempercepat proses pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat.

Dalam konteks Kebijakan Satu Peta (One Map Policy), bersama jaringan dan mitra strategis mendorong integrasi peta wilayah adat dalam Kebijakan Satu Peta, sehingga peta wilayah adat hadir diantara kontestasi 158 peta-peta tematik lain dalam Kebijakan Satu Peta.

Lahirnya Kebijakan Satu Peta ini memberikan harapan dalam penyelesaian konflik agraria yang terjadi di berbagai tempat akibat tumpang tindih penguasaan ruang termasuk di wilayah masyarakat adat.

“Kehadiran peta wilayah adat dalam Kebijakan Satu Peta penting sebagai dasar dan utama dalam banyaknya konflik yang terjadi akibat tumpang tindih pemanfaatan ruang antara masyarakat dengan berbagai perizinan di berbagai sektor seperti kehutanan, perkebunan, pertambangan dan infrastruktur,” ungkapnya.

Hadir dalam talkshow itu yakni, Usep Setiawan, Tenaga Ahli Utama, Kantor Staf Presiden, Lien Rosalina, Sekretariat Kebijakan Satu Peta, Tri Wibisana, Direktur Pengukuran dan Pemetaan Kadastral, Kementerian ATR/BPN, Yuli Prasteyo Nugroho, Kepala Subdit Pengakuan Hutan Adat dan Kearifan Lokal, Kementarian LHK, Moh. Ismail, Koordinator Masyarakat Hukum Adat, Direktorat Pendayagunaan Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementarian Kelautan dan Perikanan, dan Wirahman, Ditjen Pemdes, Kementerian Dalam Negeri. (mk)

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan