oleh

KPID Sulteng: TV Kabel tidak Boleh Melakukan Liputan dan Siaran Langsung

Celebesta.com – PALU, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Sulawesi Tengah (KPID Sulteng) secara tegas menyatakan bahwa Penyelenggara TV Kabel dilarang keras melakukan aktivitas langsung seperti peliputan dan siaran langsung. Hal itu merupakan pelanggaran sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Wakil Ketua KPID Sulteng, Ibrahim Lagandeng saat ditemui sejumlah wartawan menjelaskan bahwa TV Kabel tidak dibenarkan melakukan peliputan.

“Pengelola TV Kabel tidak diperbolehkan melakukan aktivitas peliputan dan siaran langsung, ini melanggar aturan yang ditetapkan oleh pemerintah, yang boleh melakukan peliputan dan siaran langsung adalah TV Berjaringan,” jelas Ibrahim Lagandeng.

Menurut Ibrahim, TV Kabel dapat melakukan pendistribusian hasil liputan dan siaran langsung jika bekerja sama atau memiliki Rumah Produksi (In House Production). Jika tidak memiliki rumah produksi sendiri maka pengelola TV Kabel dilarang melakukan peliputan dan siaran langsung.

“Kalau televisi berjaringan untuk melakukan siaran langsung (peliputan) itu sah-sah saja, kalo TV Kabel hanya menyalurkan, dia tidak boleh melakukan peliputan, dia hanya mendistribusikan penyiaran,” urainya.

Bahkan, Ibrahim Lagandeng mencontohkan situasi dimana pelanggaran yang dilakukan pengelola TV Kabel saat melakukan peliputan.

“Contohnya dia meliput bawa nama SWa TV, itu tidak boleh karena tugas dan fungsinya hanya mendistribusikan siaran,” ungkapnya.

Menurut Ibrahim, yang boleh itu jika Pengelola TV Kabel bekerja sama dengan Rumah Produksi (In House Production) dalam peliputan ataupun siaran langsung.

“Yang boleh itu In House Production atau Rumah Produksi, jadi dia berbadan hukum sendiri, tidak dibawah naungan TV Kabel tersebut. Dia memiliki badan hukum sendiri, rumah produksi inilah yang bisa melakukan peliputan lapangan, hasil liputannya dilemparkan ke TV kabel untuk disiarkan,” jelasnya.

Dari data yang dimiliki KPID ada 17 Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) Televisi hingga tahun 2021. Ada empat yang telah dinyatakan tidak lagi mengantongi izin siar, yakni PT. Sulawesi Televisi Indonesia (SW@TV) di Kota Palu, TV Sirenja di Kecamatan Sirenja, Kabupaten Donggala, TV Palu serta TV Kabel Megavision yang beralamat di Jalan Tombolotutu, Kota Palu.

Ditanyakan sanksi yang diterapkan jika pengelola TV Kabel melakukan pelanggaran, maka KPID menggandeng pihak Kepolisian untuk melakukan penertiban dan penegakan hukum.

“KPID hanya melakukan pemantauan lembaga penyiaran yang memiliki izin, yang tidak memiliki izin merupakan kewenangan Kepolisian melakukan penertiban,” tandasnya.

Dilansir dari media Online Kabar Besuki, media Jejaring Pikiran Rakyat terbitan edisi 5 Januari 2021, setidaknya ada tiga pelanggaran yang sering dilakukan operator TV Kabel, kami menyajikan sebagai bahan pembelajaran terkait aktivitas illegal yang dilakoni pengelola TV Kabel.

Pertama,Tidak Memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP)

Menurut Pasal 25 ayat (1) jo Pasal 33 ayat (1), UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB) wajib memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) terlebih dahulu sebelum menyelenggarakan kegiatan usahanya.

Faktanya selama ini, banyak ditemukan beberapa operator TV Kabel yang tidak mengantongi IPP namun tetap melakukan aktivitas penyiaran dan meraup keuntungan dari pelanggan.

Ada operator TV Kabel yang sama sekali tidak berbadan hukum, dan ada pula yang hanya bermodalkan SIUP dan legalitas badan hukum dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) namun tidak mengurus IPP sama sekali.

Ada juga yang hanya mengantongi IPP Prinsip namun sudah berani menjalankan operasional bisnis sebagaimana TV berlangganan yang memiliki IPP Tetap. Padahal, IPP Prinsip hanya bersifat izin sementara untuk melaksanakan uji coba (trial) siaran namun belum boleh mengambil keuntungan.

Kedua, Tidak Membayar Pajak

Berkaitan dengan poin sebelumnya, operator TV Kabel yang tidak memiliki IPP dapat dipastikan tidak membayar pajak sehingga lambat laun dapat menimbulkan kerugian bagi negara.

Hal ini melanggar UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perpajakan, khususnya Pasal 23 tentang PPN dan Pasal 26 tentang PPh.

Ketiga, Mendistribusikan Konten atau Saluran Tanpa Izin Pemegang Hak Siar

Hal yang tidak boleh diabaikan pelaku industri penyiaran khususnya operator TV Kabel adalah legalitas hak siar terhadap seluruh konten ataupun saluran yang disiarkan kepada pelanggan.

Bahkan untuk menyalurkan siaran dari beberapa stasiun TV nasional sekalipun, juga harus mengantongi hak siar. Jika ada operator TV berbayar tertentu yang memiliki hak eksklusif untuk mendistribusikan saluran-saluran tersebut (biasanya ini terjadi jika TV berbayar tersebut satu grup dengan TV nasional yang bersangkutan).

Kasus pelanggaran terhadap hak siar hingga kini masih banyak dijumpai di berbagai wilayah dengan potensi bisnis TV Kabel terbesar, khususnya di luar Jawa dan Bali.

Momen-momen spesial seperti perhelatan Piala Dunia, Piala Eropa, bahkan hingga Piala AFF sekalipun menjadi ladang subur pendistribusian konten secara ilegal oleh TV kabel.

Ada dua modus yang sering dilakukan operator TV Kabel terkait hal tersebut. Pertama, TV Kabel berlangganan atas nama pribadi dari layanan operator TV berbayar yang resmi kemudian disalahgunakan untuk disiarkan kepada pelanggan demi meraup keuntungan lebih besar.

Modus kedua, operator TV Kabel menyiasati dengan cara mencuri siaran dari satelit luar negeri kemudian disiarkan kembali kepada pelanggan tanpa mengeluarkan biaya sepeserpun untuk mendapatkan rights, padahal konten tersebut sudah terdapat pemegang hak siarnya di wilayah Indonesia.

Selain itu, beberapa operator TVKkabel di sejumlah daerah juga mengalami kasus hukum karena diduga mendistribusikan beberapa saluran TV nasional tertentu secara ilegal.

Salah satu operator TV Kabel di Ungaran, Jawa Tengah terpaksa harus berurusan dengan meja hijau karena diduga mendistribusikan saluran RCTI, MNCTV, GTV, dan iNews tanpa izin resmi dari MNC Vision Networks selaku pemegang hak siar dan hak redistribusi untuk konten yang ditayangkan keempat saluran tersebut.

Di Kepulauan Riau, sebuah operator TV Kabel juga mengalami hal yang sama karena diduga mendistribusikan saluran SCTV dan Indosiar tanpa seizin Indonesia Entertainment Group (IEG) selaku pemilik hak siar konten yang disiarkan oleh kedua stasiun televisi tersebut.

Pelanggaran terhadap hak siar oleh operator TV berlangganan dapat dijerat dengan Pasal 118 jo Pasal 25, UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp.1 miliar.

Apabila pelanggaran tersebut dimaksudkan untuk pembajakan, pelaku dapat dijerat dengan ancaman pidana maksimal sepuluh tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp.4 miliar.

Penulis: Tim Pewarta Progresif

Editor: Arman Seli & Jumriani

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan