oleh

Karsa Institute Apresiasi Tim Vertek Hutan Adat Toro dan Moa

Celebesta.com – SIGI, Karsa Institute merupakan organisasi masyarakat sipil di Sulawesi Tengah yang konsern pada upaya pengakuan masyarakat hukum adat dan hutan adat memberikan apresiasi Tim Verifikasi Teknis (Vertek) atas usulan Hutan adat Toro di Desa Toro, Kecamatan Kulawi dan Hutan Adat Moa di Desa Moa, Kecamatan Kulawi Selatan, Kabupaten Sigi pada 6-11 April 2021 yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Vertek atas usulan hutan adat ini mengacu pada Permen LHK No. 17 Tahun 2020 tentang Hutan Adat dan Hutan Hak serta menindaklanjuti usulan Komunitas adat To Kulawi Moma di Ngata Toro dan To Kulawi Uma di Moa.

Sebelumnya pada 24 Januari 2018, Karsa Institute bersama Organisasi Perempuan Adat Ngata Toro (OPANT) telah memfasilitasi kedua komunitas itu untuk mengajukan permohonan pengakuan hutan adat kepada Menteri LHK. To Kulawi Moma di Ngata Toro mengusulkan hutan adat seluas ±9.658 hektar dan hutan adat To Kulawi Uma di Moa seluas 7.735 hektar.

Direktur Operasional Karsa Institute, Syaiful Taslim menjelaskan, pengakuan hutan adat oleh Negara merupakan amanat konstitusi sebagaimana dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012.

”Pengakuan hutan adat oleh Negara merupakan mandat konstitusi untuk mengakui keberadaan masyarakat adat dan hutan adat di wilayah mereka, dan yang lebih penting pengakuan ini juga bisa dimaknai sebagai upaya berbagi tanggungjawab menjaga dan mengelola hutan oleh negara kepada masyarakat adat,” ungkap Syaiful Taslim melalui keterangan persnya, Rabu 14/4/2021).

Menurut Ipul sapaan akrabnya, Karsa sangat mengapresiasi langkah KLHK menindaklanjuti usulan komunitas dengan melaksanakan kegiatan Vertek yang melibatkan para pemangku kepentingan, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Ipul juga mengapersiasi Pemerintah Daerah Kabupaten Sigi yang telah memberikan pengakuan atas keberadaan masyarakat adat melalui produk hukum daerah yakni Perda Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

Meski demikian, Ipul menyoroti lambatnya proses terhadap usulan ini yang membutuhkan waktu kurang lebih 3 tahun serta banyaknya tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam pengusulan kedua lokasi hutan adat itu.

Lanjutnya, Vertek ini dilakukan untuk menilai keabsahan usulan hutan adat To Kulawi Moma di Toro dan To Kulawi Uma di Moa dengan meninjau dan melihat secara langsung kondisi objek lokasi hutan yang dimohonkan serta keberadaan subjek pemohon yakni entitas masyarakat hukum adat beserta kelembagaan dan pranata adat, serta nilai-nilai dalam pengelolaan sumberdaya alam yang masih berlaku dan diterapkan oleh komunitas pemohon.

Sementara itu, Rukmini Tohoke selaku tokoh perempuan adat dari Ngata Toro menjelaskan bahwa Orang Toro sejak dahulu telah menjaga dan memelihara hutan adatnya dengan konsep atau sistem nilai lokal yang telah diwariskan secara turun temurun dan terbukti telah berkontribusi pada kelangsungan ekosistem hutan.

”Orang Toro memiliki sistem nilai lokal dalam mengelola dan melindungi sumberdaya alamnya termasuk hutan adat, dan ini sudah berlangsung secara turun temurun dan bisa dipastikan memberikan jaminan pada kelestarian hutan di wilayah kami,” tegasnya.

Rukmini sangat berharap pemerintah segera mengakui dan menetapkan hutan adat di wilayah mereka. Ini bukan saja untuk menjamin fungsi ekologis hutan namun juga sebagai upaya mengembalikan hak dan martabat masyarakat adat di Indonesia.

“Proses verifikasi teknis untuk menilai objek dan subjek pemohon telah berjalan dengan sangat baik dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, olehnya tidak ada alasan lagi bagi KLHK untuk menunda penetapan hutan adat Ngata Toro dan Moa,” pungkas Tina Ngata itu. (*)

Editor: Malik A

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan