oleh

Organisasi Petani Sebagai Jalan untuk Kesejahteraan

Oleh: Felix Torae*

POSO – Bukan suatu hal yang membingungkan, ketika mendengar perkataan petani pedesaan yang miskinĀ  tapi mempunyai beberapa hektare tanah. Namun ketika kita mampu membedah kelas-kelas petani pedesaan saya kira tidak terlalu rumit mendefinisikan mengapa petani miskin di desa tidak pernah berubah nasibnya. Tentu sangat terbalik apa yang dirasakan oleh petani kaya yang setiap hari semakin kaya (kaya memperkerjakan petani miskin).

Dengan latar belakang harus mempunyai modal serta alat-alat produksi, kita tentu sudah paham. Hal tersebutlah yang membentuk adanya kelas-kelas petani pedesaan bermunculan, mulai dari petani kaya yang mempunyai modal serta alat-alat produksi. Petani miskin yang mempunyai tanah atau salah satu alat produksi tapi tidak mempunyai modal serta Buruh Tani yang tidak mempunyai sama sekali modal maupun alat produksi.

Pembagian ketiganya tentu secara langsung selalu akan berimbas pada keuntungan petani kaya yang punya modal (uang) dan mesin/alat petanian (alat Produksi), yang secara aktif memperkerjakan petani miskin dan buruh tani setiap hari dan di bayar dengan gaji harian.

Lantas waktu yang di butuhkan petani miskin untuk mengolah lahannya tidak ada lagi, sedangkan buruh tani hanya mengharap adanya gaji yang dipakai untuk membeli kebutuhan rumah tangga.

Suatu hal yang sangat ironis apabila melihat nasib petani-petani kecil pedesaan dalam beraktivitas, karena hampir setiap hari waktu mereka hampir habis bekerja untuk para petani kaya, yang berprofesi sebagai tengkulak, guru, pemimpin agama, kerja di Pemerintahan Desa dan lainnya.

Mereka hanya suka mempekerjakan orang lain tapi tidak pernah berusaha memperbaiki hidup para petani kecil. Sifat umum mereka kadang suka muncul memperlihatkan citra seolah mereka adalah seorang penyelamat masyarakat, seperti sumbangan ketika ada duka.

Kemudian memberi donasi besar terkait pembangunan rumah ibadah, kadang pula suka membantu petani kecil apabila mendapat kesusahan lantas bantuannya tersebut diganti dengan tenaga petani miskin yang bekerja di kebun para petani kaya dengan tujuan membayar utang.

Situasi ini tentu tidak bisa dibiarkan terus tumbuh dan dipelihara oleh masyarakat pedesaan, perlu satu terobosan penting untuk mengubah pola buruk tersebut. Contohnya seperti pembentukan organisasi petani yang bertujuan untuk kesejahteraan ekonomi secara merata antar masyarakat dan tentunya megajarkan petani untuk bekerja secara kolektif.

Dalam hal kepemilikan alat produksi pertanian mesti juga jadi kepemilikan organisasi, agar semua petani bisa menggunakan untuk keperluannya bekerja di lahannya.

Semua problema yang cukup rumit dengan memelihara budaya yang tidak adil dikalangan masyarakat pedesaan. Mesti harus dihilangkan agar petani bisa mencari sendiri kesejahteraannya tanpa berharap lagi pengasihan dari para tengkulak atau Petani Kaya.

*Felix Torae, Mahasiswa Fisip, Universitas Tadulako dan Anggota Serikat Petani Katu (SPK). Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan