oleh

YTM Kritisi PT. Oti Ea Abadi di Morowali

Celebesta.com – PALU, Perusahaan join operasi PT. Oti Ea Abadi dan PT. Utami Rahmat Membangun, melakukan pembuatan jalan houiling di Desa Onepute Jaya. Awalnya pembuatan jalan tersebut berjalan baik. Sebab, pihak perusahaan telah membayar tanah masyarakat yang akan ditimbun material pembuatan jalan.

Prakteknya justru lahan yang tidak dibayarkan malah yang ditimbun oleh pihak perusahaan. Sehingga, menimbulkan permasalahan. Dampak dari aktivitas perusahaan tersebut, masyarakat meminta ganti rugi kepada perusahaan.

Sebab, yang ditimbun oleh perusahaan bukanlah lahan yang dibebaskan. Dengan mendatangi pihak perusahaan, masyarakat menanyakan alasan perusahaan menimbun lahan milik mereka. Tapi, pihak perusahaan memberikan jawaban bahwa mereka sudah melaksanakan penimbunan jalan tersebut sesuai lokasi yang telah dibebaskan.

Sebelumnya, sekitar seminggu sebelum Idul Fitri tahun 2020, terjadi pembebasan lahan di Desa Onepute Jaya untuk pembuatan jalan houling. Pembuatan jalan itu diprakarsai oleh perusahaan PT. Oti Ea Abadi dan PT. Utami Rahmat Membangun selaku kontraktor. Akan tetapi, tanah milik masyarakat yang tidak dibayarkan justru itu yang ditimbun oleh perusahaan.

Dengan dibantu pihak dari Pemerintah Desa Onepute Jaya, yang menunjuk langsung lokasi yang dianggap sudah dibayarkan. Pihak perusahaan merasa mereka tidak melakukan kesalahan.

Mendengar hal tersebut, Richard Labiro Aktivis Yayasan Tanah Merdeka (YTM) menyesalkan hal itu terjadi. Karena, perusahaan melakukan pembukaan lahan tidak melibatkan masyarakat Onepute Jaya terutama yang lahannya telah dibebaskan.

“Seharusnya, pihak perusahaan bersama Pemerintah Desa Onepute Jaya melibatkan masyarakat dalam penimbunan lahan untuk pembuatan jalan. Agar aktivitas penimbunan lahan tersebut bisa disaksikan warga dan lokasi yang ditimbun sesuai dengan kesepakatan,” kata Richard dalam keterangan tertulisnya di terima Redaksi Celebesta.com, Rabu (13/01/2021).

Sambung dia, informasi yang diperoleh YTM dari masyarakat Onepute Jaya, masyarakat sudah berdialog dengan pihak perusahaan terkait masalah tersebut difasilitasi pihak kecamatan pada pertengahan bulan September 2020. Ada juga pihak Pemerintah Desa Onepute Jaya yang hadir.

“Justru yang terjadi, lahan yang tidak dibayar, malah itu yang ditimbun oleh perusahaan. Maka dengan itu, perusahaan wajib mengganti rugi tanah masyarakat tersebut,” jelasnya.

Dalam pertemuan tersebut, terjadi tukar pendapat antara pihak perusahaan dengan masyarakat yang terdampak. Perusahaan akan mengganti rugi lahan tersebut senilai Rp. 25. 000 per meter melalui pembayaran uang fee.

Namun, keesokan harinya pasca pertemuan tersebut, masyarakat melakukan pemalangan jalan, karena jika uang fee yang dibayarkan untuk ganti rugi lahan tersebut dan perusahaan tidak mau melakukan pembayaran dua kali.

Pada 1 Desember 2020, 3 orang pemilik lahan mendatangi kantor perusahaan bermaksud untuk menanyakan kejelasan dari proses penyelesaian kasus lahan tersebut. Namun hasilnya tetap sama dan pihak perusahaan beralasan tetap sesuai dengan kesepakatan di kecamatan dan menunggu sampai pengapalan mencapai 100 ribu metrik ton baru dibayarkan.

Mendengar informasi tersebut, Richard khawatir, jika jalan tersebut sudah selesai justru kesepakatan diawal malah tidak dilaksanakan. Kami berharap agar perusahaan membayar ganti rugi kepada masyarakat yang lahanya ditimbun oleh perusahaan.

“Kami juga khawatir, jika pekerjaan sudah selesai, justru masalah ini sengaja dibiarkan dan masyarakat yang terdampak tidak mendapatkan ganti rugi dan ternyata jalan tersebut sudah selesai dan digunakan oleh perusahaan untuk aktivitas houling, proses pembebasan lahan tersebut belum juga selesai,” ungkap Ricard.

Ia juga menambahkan, dampak dari masalah ini. Pada tanggal 17 Desember 2020 beberapa pemilik lahan membuat laporan aduan ke Polres Morowali perihal penimbunan lahan.

Reporter: Arman Seli

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan