oleh

Ditjen KSDAE dan PSKL Segera Bentuk Tim Verifikasi Usulan Hutan Adat di Kawasan TNLL

celebesta.com – Palu, Rumusan pertemuan antara KLHK dengan Masyarakat Hukum Adat di sekitar Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu berlangsung di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta 25 November 2020 menghasilkan beberapa poin penting.

Pada bulan Januari 2021, Tim Verifikasi yang terdiri dari perwakilan Ditjen PSKL, Ditjen KSDAE, serta pihak terkait, sesuai dengan Permen LHK Nomor P.17 Tahun 2020, segera dibentuk dan merencanakan kunjungan lapangan.

Target yang akan dilakukan verifikasi adalah usulan hutan adat di Kabupaten Sigi sesuai Perda Nomor 15 Tahun 2015, terdiri dari hutan adat Ngata Toro seluas ±21.737 hektar, hutan adat Ngata to Lindu seluas ±36.771 hektar, dan hutan adat Moa seluas ±4.633 hektar.

Sementara untuk wilayah Ngata Toro, verifikasi dilakukan khusus pada usulan hutan adat seluas ±9.835 hektar, dan wilayah Ngata to Lindu seluas ±34.500 hektar. Hal-hal yang akan diverifikasi seperti MHA (subyek), wilayah adat (obyek), kelembagaan dan hukum adat serta relasi antara subyek dan obyek.

Menanggapi rumusan pertemuan antara Ditjen KSDAE dan PKTHA-Ditjen KLHK dengan perwakilan Masyarakat Hukum Adat, Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Provinsi Sulawesi Tengah mendukung usulan hutan adat tersebut.

Saat dikonfirmasi via WhatsApp, Dr. Ir. H. Nahardi, MM. Kepala Dinas Kehutanan (Kadishut) Sulawesi Tengah menyatakan dukungannya terhadap verifikasi Hutan Adat di kawasan BBTNLL tersebut.

“Kebetulan rencana hutan adat dimaksud, berada di wilayah Taman Nasional Lore Lindu, jadi otoritas pengelolaannya berada di Taman Nasional,” tulis dia dalam pesan singkatnya, Jumat (27/11/2020).

“Dishut tetap mendukung pengakuan masyarakat adat sepanjang keberadaannya masih tetap ada dan terpelihara sesuai pranata adat yang masih dipegang teguh oleh komunitas adat dimaksud,” jelasnya.

Senada dengan itu, Kasmita Widodo,  Badan Registrasi Wilayah adat (BRWA) saat di hubungi Celebesta.com mengatakan, rencananya Januari 2021 akan dilakukan verifikasi teknis Hutan Adat oleh KLHK.

Kemudian, kata Kang Dodo sapaan akrabnya, setelah verifikasi perlu untuk mendorong kerjasama dengan pemerintah kedepannya.

“Ya memang itu proses yang perlu dibangun dan diperkuat kerjasama Pemerintah Pusat melalui Balai TNLL, Pemkab Sigi dan Masyarakat Adat serta Pemerintah Desa,” jelas dia.

“Sehingga ada kerjasama dan gotong-royong dalam pengelolaan kawasan konservasi TNLL,” sambungnya.

Kang Dodo juga mengungkapkan perlu ada pembaruan tata kelola kawasan konservasi yang mengedepankan kerjasama para pihak dengan mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat adat.

Selanjutnya Rukmini Paata Toheke, perwakilan Masyarakat Hukum Adat Ngata Toro mengatakan, usulan Hutan Adat Ngata Toro, Moa dan To Lindu saat ini sudah memilik SK Bupati  Sigi.

“Sebelum gempa di Palu sudah di bawa ke KLHK,” bebernya.

“Sudah ditindaklanjuti dengan identifikasi dari PSKL dan Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah juga dengan inventarisir. Namun proses verifikasi teknis yang belum dilakukan karena situasi Covid-19,” ungkapnya.

“Sebagai masyarakat pengusul sangat berharap mendapatkan komitmen tertulis terkait usulan kami, maka diputuskan untuk melakukan audiensi,” pungkasnya.

Hadir dalam pertemuan pada 25 November 2020, yaitu Wiratno, Direktur Jenderal KSDAE, M.Said, Direktur PKHTHA-Ditjen LHK, dan Soeryo Adiwibowo, PSM Kementerian LHK. Selain itu, Kasmita Widodo, Badan Registrasi Wilayah adat (BRWA), Rukmini Toheke, Wakil MHA Ngata Toro, Nurdin Lamojudu, Wakil MHA Ngata To Lindu, dan Arfan, Wakil Karsa Institute (Pendamping MHA Moa, Toro dan Masewo).

Reporter: Arman Seli

Editor: Redpel

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan