oleh

WALHI Sulteng Meminta Pembahasan RPPLH dan RTRW Dihentikan

PALU – Celebesta.com, DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengundang WALHI Sulawesi Tengah untuk hadir dalam rapat kerja dengan Pimpinan dan Anggota Panitia Khusus I DPRD Sulteng yang akan membahas Raperda tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH).

Pembahasan Raperda tersebut akan diselenggarakan pada Selasa, 20 Oktober 2020. Beberapa hari sebelumnya, bertepatan dengan aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang dilakukan mahasiswa, gerakan sosial dan organisasi masyarakat sipil di Sulteng, DPRD Sulteng juga tengah membahas beberapa Raperda yang berkaitan erat dengan pengelolaan sumber daya alam. Dimana salah satunya adalah Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah.

Staf Kampanye WALHI Sulteng Khairul Syahputra Laadjim menilai pembahasan Raperda RPPLH oleh DPRD Provinsi ini sebagai langkah yang sangat prematur dan bilamana Raperda tersebut disahkan secara substantif tidak akan bisa diimplementasikan secara efektif dan tidak punya taji jika UU Cipta Kerja belum dibatalkan.

Sebab aspirasi gerakan masyarakat sipil, gerakan sosial dan mahasiswa agar DPR-RI dan Pemerintah membatalkan UU Cipta Kerja sama sekali belum direspon secara baik oleh pemerintah dan DPR-RI. Alih-alih mendengarkan aspirasi rakyat dari seluruh penjuru nusantara, pemerintah justru bersikukuh untuk menindaklanjuti dan tetap mengimplementasikan UU sapu jagat tersebut.

Bahkan parahnya aksi-aksi demonstrasi yang dilakukan oleh gerakan rakyat direspon dengan tindakan represif oleh aparat kepolisian. Pemukulan dan penangkapan massa aksi di Kota Palu pada 8 Oktober 2020 telah membuktikan secara gamblang betapa pemerintah dan DPR hanya berpihak kepada pemilik modal dan sama sekali tidak memperlihatkan keberpihakan kepada rakyat.

Sementara itu DPRD Sulteng hanya merespon aksi penolakan UU Cipta Kerja dengan sikap yang tidak jelas. Sikap DPRD Sulteng yang hanya akan meneruskan dan menyampaikan aspirasi rakyat tersebut merupakan wujud penghianatan DPRD Sulteng atas mandat yang telah diberikan oleh rakyat. Karena UU Cipta Kerja merupakan sebuah skema penghancuran lingkungan hidup dan eksploitasi tenaga kerja secara sistematis.

“DPRD Sulteng seharusnya bersikap secara tegas mendesak kepada Presiden untuk membatalkan UU Cipta Kerja dengan mengeluarkan Perppu. Secara substansi Perda RPPLH dibuat untuk mencegah dan meminimalisir kerusakan lingkungan serta menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi daya dukung lingkungan terhadap penghidupan rakyat. Makanya omong kosong membahas Ranperda RPPLH dan RTRW Provinsi tanpa membatalkan Omnibus Law”, tekan Khairul Syahputra Laadjim melalui siaran persnya, Senin (19/10/2020).

Lebih lanjut Irul sapaan akrabnya menjelaskan dengan tegas bahwa DPRD Sulteng harus menghentikan pembahasan Raperda RPPLH dan RTRW Provinsi Sulteng sebelum UU Cipta Kerja dibatalkan dan Presiden mengeluarkan Perppu. Disamping itu kata Irul UU Cipta Kerja menegasikan hampir semua kewenangan pemerintah daerah dan semangat desentralisasi pembangunan dalam pengelolaan sumber daya alam.

“Ketika Omnibus Law diimplementasikan maka izin-izin pengelolaan sumber daya alam seperti izin pertambangan tersentralisasi di pemerintah pusat. Jika ada masalah seperti konflik agraria dan dampak kerusakan lingkungan masyarakat mau mengadu kemana? Kan izinnya dikeluarkan oleh pemerintah pusat, sehingga semakin mempersulit masyarakat bila ingin menggugat izin perusahaan yang dikeluarkan pemerintah”, tegas Irul.

“Disamping itu AMDAL juga tidak menjadi kewajiban bagi korporasi, boleh diterbitkan nanti setelah mereka beroperasi. Rakyat hanya akan menerima dampak kerusakan lingkungan dan tidak mendapatkan apa-apa. Jika pemerintah tetap bersikukuh menerapkan UU Cipta Kerja, jangan salahkan kalau rakyat menyatakan mosi tidak percatya terhadap Pemerintah dan DPR-RI”, tutup Staf Kampanye WALHI Sulteng itu.

Sumber: Siaran Pers Walhi Sulteng

Editor: Redaktur

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan