oleh

Aksi Massa: Antara Ikut-Ikutan dan Memahami

Oleh: Citra Racindy

(Ketua Kohati Cabang Perisiapan Deli Serdang)

DELI SERDANG – Tidak bisa kita mengandalkan sepenuhnya terhadap seluruh media dan sistem informasi dalam mengambil sebuah kebenaran. Karena segala sesuatu pada kenyataannya di filter oleh beberapa kepentingan. Baik pada ambisi, subjektifisme politik dan lainnya.

Dari media banyak orang-orang yang terprovokasi. Sudah banyak kita membunuh anak cucu kita sedemikian rupa, dengan cara-cara yang tanpa kita sadari. Salah satunya adalah pada saat melakukan aksi massa. Analoginya seperti melemparkan kucing ke dalam hutan yang di dalamnya ada banyak serigala.

Kita tanpa menyadari sudah melakukan perampokan-perampokan besar tidak untuk hari ini saja, namun terhadap masa depan. Mulai dari Sumber Daya Manusia maupun Sumber Daya Alam. Tak jarang kita temukan pada saat dan pasca aksi banyak korban berjatuhan. Siapa mereka? Mereka adalah generasi aset masa depan dan petugas pelayanan keamanan ketertiban masyarakat dan negara.

Lalu yang di dalam gedung gimana? Mereka menonton dengan tenang bersama kopi dan popcorn. Hal ini juga disambut dengan kerusakan lingkungan yang selalu berdampingan dengan korban berjatuhan. Inilah yang dikatakan sebagai perampokan-perampokan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia.

Demonstrasi damai bisa berubah menjadi kerusuhan, tidak melihat siapa yang memulai. Kerumunan banyak mengakibatkan orang bisa lepas kendali. Jiwa tempramen pun kian membara. Apalagi jika ada perasaan menghadapi musuh bersama, baik dari pihak demonstran maupun aparat keamanan. Pada akhirnya timbulah jiwa ingin menyerang. Ini aksi massa bukan tawuran antar masyarakat dengan aparat negara, demi melihat tuan dan puan angkat bicara.

Kita sudah banyak menemukan para pelajar kian tak pikir panjang untuk ikut terjun meramaikan. Tanpa memahami teori dan menajemen aksi massa, diindahkan dengan memahami Perkapolri terkait menjalankan tugasnya dalam mengamankan suatu peristiwa. Miris, karena ketika terjadi sesuatu tidak ada pihak yang mau bertanggung jawab. Inilah peristiwa yang selalu terjadi memunculkan kasus pelanggaran HAM yang tak kunjung selesai dari masa ke masa.

Sikap merasa hebat dan anggar jago bukanlah alternatif sikap yang harus ditonjolkan dalam menjalankan aksi massa. Baik itu dari para demonstran maupun pelaku ketertiban dan keamanan. Justru kalau kita seorang terpelajar tidak melawan dengan emosi. Bukan meremehkan kualitas para pelajar.

Namun, beberapa fakta para pelajar belum memahami konsep aksi massa. Maka dari itu, para pelajar diharapkan jika belum paham terkait teori jangan praktik. Karena akan memberikan dampak negatif terhadap para demonstran lainnya yang ingin melakukan aksi massa damai. Belum lagi terdapat kemungkinan terbesar penyusup yang akan menyebabkan chaos, maka dalam aksi perlu adanya korlap (koordinator lapangan). Untuk memastikan para anggotanya.

Jika ingin membantu para kakak-kakak mahasiswa menyuarakan hak rakyat masih ada alternatif lain selain ikut serta turun kelapangan. Bukan berarti ingin membatasi kebebesan berpendapat, namun lebih kepada memikirkan kebaikan kedepannya. Karena pun kebanyakan dari para pelajar ikut aksi karena beredar info-info yang bersumber dari media massa yang pada akhirnya mereka terpancing. Bukan benar-benar memahami dan membaca isu.

Seharusnya kita bisa belajar dari orang-orang terdahulu. Bahkan dalam strategi perang pun tidak semua orang hebat harus ikut dalam peperangan. Beberapa orang hebat ditinggalkan dengan dalil jika terjadi sesuatu diantara mereka masih tertinggal orang-orang yang hebat lainnya.

Ada satu nasihat yang bijak, untuk jika aksi anarkis terjadi yang dikutip dari pernyataan Imam Malik, cendikiawan yang arif bijaksana. Jika engkau melihat seseorang yang kelihatan membela kebenaran, tapi dilakukan sambil mencela-cela, menghina, dan marah-marah. Maka ketahuilah ada kesalahan dalam niatnya. Karena kebenaran tak butuh dibela dengan cara seperti itu.*

Share

Komentar

Tinggalkan Balasan

1 komentar