SIGI – Hutan dalam bahasa kaili adalah Pangale, kemudian dalam dialek Inde (Topoinde) mengenal istilah lokal Pangale Ngguo atau Pangale Mbongo di Dusun Ngata Papu, Desa Balumpewa, Kecamatan Dolo Barat, Kabupaten Sigi. Hal itu mempertegas bahwa hutan yang dimaksud belum pernah dikelola untuk kebutuhan berladang
Pangale biasanya pernah di akses dalam hal tertentu, misalnya berburu (noasu), atau mencari rotan (nelauro). Bahkan pernah dikelola dalam jangka waktu yang sudah lama, tetapi statusnya lebih tinggi dari Ova dan Oma.
Sementara Pangale Mbongo adalah hutan yang tidak atau belum pernah dijadikan tempat berladang dan ditumbuhi lumut yang tebal (tananta). Pangale Mbongo atau Pangale Ngguo juga biasa disebut Vana/Ria Vana (dalam hutan).
Kemudian Nepangale adalah imbuhan di awal kata “Ne” yang mempertegas bahwa proses membuka lahan (pangale) sudah atau sementara dilakukan.
Nepangale merupakan aktivitas yang dilakukan oleh orang tua dahulu membuka lahan di hutan untuk dijadikan tempat berladang. Saat ini Nepangale sudah jarang dilakukan karena status lahan sudah menjadi Ova dan Oma, kalaupun ada yang membuka lahan disebut Nantalu.
Nantalu hampir sama dengan Nepangale hanya saja status lahannya yang berbeda. Kalau nantalu status lahannya Oma dan Ova, sementara Nepangale status lahannya Pangale atau hutan rimba belantara.
Selanjutnya Napangale dengan imbuhan di awal kata “Na” mempertegas bahwa lahan yang pernah dibuka telah menjadi hutan (pangale). Sehingga Napangale adalah lahan yang pernah dibuka tetapi sudah ratusan tahun tidak pernah dikelola. Tempat-tempat seperti ini juga awalnya tempat berladang bahkan pernah dijadikan pemukiman atau kampung tua.
Reporter: Arman Seli
Komentar