oleh

Negara ‘Diduga’ Melakukan Pelanggaran HAM di Papua

Moh. Rafli*

Dalam Konteks bernegara ada 4 pilar yang didengungkan sebagai ciri dari negara Rechtsstaat adalah Pengakuan dan perlindungan terhadap hak Asasi Manusia,Negara di dasar kan pada teori trias politik Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang, adanya peradilan Administrasi Negara.

Hal ini membuktikan bahwa negara Indonesia yang menganut sistem rechtsstaat menjunjung tinggi pengakuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kemudian kita mengenal hak Non-Derogable Rights dimana hak-hak yang bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh negara, walau dalam keadaan darurat sekalipun. Hak-hak yang termasuk ke dalam jenis ini telah tertuang dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang kemudian ditekankan dalam Pasal 28A bahwa “Setiap warga negara berhak untuk hidup dan mempertahankan hidupnya”.

Pasal 28I menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa dn lain sebagainya. Adalah kewajiban negara untuk menjamin, melindungi, dan menciptakan rasa tentram warga negaranya. Kemudian dlam Deklarasi Universal HAM diselenggarakan Perserikatan Bangsa” (PPB) yang Indonesia menjadi salah satu negara yang menyetujui isi deklarasi tersebut untuk menjamin hak warga negaranya untuk hidup, untuk tidak mendapat penyiksaan dan untuk tidak mendapat perlakuan diskriminasi yang kemudian dijabarkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Kemudian ada proposisi dalam penegakan HAM. Ada yang dinamakan Negatif Right, dimana negara dituntut diam atau tidak melakukan tidakan apapun agar terciptanya pemenuhan Hak bagi warga negaranya.

Kemudian Ada pula kita kenal dengan Positif Right, dimana negara dituntut aktif sehingga tidak terjadi pelanggaran HAM. Maksudnya bahwa dalam suatu kasus (non-derogable) negara harus/wajib hadir sebagai upaya pemenuhan Hak warga negara. Jika negara tidak hadir maka disitulah terjadi Pelanggaran HAM oleh negara.

Bisa kita lihat begitu banyak instrumen di negara Indonesia terkait pengakuan  dan perlindungan kepada warga negaranya, dan begitu banyak pula kasus pelanggaran-pelanggaran HAM yang tidak bisa diselesaikan. Negara hari ini terkesan hanya sekedar menggugurkan kewajiban sebagai “negara hukum” lewat instrumen-instrumen yang ada.

Adalah wajar jika kasus-kasus seperti ini terus terjadi, karena tidak ada penanganan serius dilakukan pemerintah sebagai penuhan hak-hak warga negaranya.

Jika melihat kasus pengeroyokan yang berujung pada kematian seorang korban di Papua dan ketidakmampuan negara untuk melindungi hak warga negaranya pada kasus ini, maka bisa kita klasifikasikan dan pastikan bahwa kejadian seperti ini akan menimbulkan ketakutan yang meluas.

Dengan demikian saya berasumsi bahwa ada pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara karena tidak menjalankan tugas dan amanat UUD untuk melindungi segenap bangsa Indonesia.

*Penulis merupakan pengurus LBH LS-ADI dan juga sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Hukum, Pascasarjana Universitas Tadulako.

Share